Falsifikasi
STRATEGI PERKEMBANGAN ILMU (FALSIFIKASI)
Dosen Pengampu : Prof.
Dr. H. Amin Abdullah
Makalah Di Buat
Untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu.
Disusun oleh:
Diki Noras Habibi
Nim : 16540033
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
A.
Latar
Belakang Masalah
Filsafat
sebagai induk ilmu pengetahuan menurut anggapan beberapa orang merupakan sebuah
ilmu yang sulit untuk dipelajari. Perkembangan filsafat dari masa ke masa
memiliki perubahan yang cukup signifikan. Berbagai tokoh-tokoh besar lahir
dalam dunia filsafat. Baik di dunia barat maupun dunia islam semisal Aristoteles,
Plato, Rene Descartes, Al-Ghazali dan Al-Kindi. Selain itu filsafat sering kali
dipandang sebagai ilmu yang abstrak, padahal filsafat dekat sekali dengan
kehidupan manusia. Karena hanya dengan berfikir secara mendalam dan logis,
seseorang bisa masuk dalam kategori berfilsafat.
Dewasa
ini masyarakat Indonesia sering dihebohkan oleh kabar-kabar yang sifatnya
mitos. Pemikiran masyarakat Indonesia khususnya para akademisi juga sering
dibatasi oleh dogma-dogma, baik dogma agama maupun dogma kebudayaan setempat.
Pemikiran dan kebenaran dalam berfikir sering kali dibatasi oleh hal-hal
tersebut. Maka dari itu filsafat hadir untuk mengembangkan berfikir dan
memperoleh kebenaran dengan strategi yang lebih sistematis.
Filsafat
sebagai ilmu pengetahuan berusaha
mencari kebenaran telah memberikan banyak perlajaran misalnya tentang kesadaran,
kemauan dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk individu,
sosial, dan sebagai makhluk tuhan untuk diaplikasikan dalam kehidupan. Pada
setiap aktifitas kehidupan manusia penerapan berfikir sangat diperlukan sekali
dan pada akhirnya akan menentukan hasil yang dicapai. Sama halnya dengan
pentingnya perencanaan sebelum melakukan sesuatu.
Dari
problematika di atas penulis mengangkat judul dalam makalah ini yaitu strategi
perkembangan filsafat. Yang mana filsafat ini sangat perlu untuk dikembangkan
dalam masyarakat luas khususnya dalam akademisi dalam berfikir. Dalam
mengembangkan filsafat diperlukan strategi-strategi atau cara-cara agar
filsafat bisa diterima seperti ilmu-ilmu lain dalam perdaban manusia dengan
melalui falsifikasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang di maksud falsifikasi ?
2. Bagaimana
penerapan falsifikasi karl popper dalam kajian keilmuan islam ?
3. Bagaimana
strategi perkembangan ilmu di Indonesia ?
C.
FALSIFIKASI
Kata falsifikasi berasal dari bahasa latin, yakni falsus”palsu, tidak benar”
dan facere “membuat”. Falsifikasi adalah cara memberikan asumsi
teoritis (hipotesis
dan teori)dengan menggunakan
perlawananya.[1]Artinya ada kesalahan dalam teori ataupun
hipotesis dari baik keseluruhan maupun dalam hal-hal tertentu. Penulis dalam pembahasan falsifikasi ini
berkiblat kepada
tokoh yag terlahir di Wina pada abad ke 20 yaitu Karl Raimud Popper yang terlahir dari
keluarga kaya, anak seorang
pengacara. Orang tuanya berganti agama dari yahudi menjadi kristiani. Karl
popper seorang filsuf yang
memiliki pengaruh di bidang sains dan politik. Sedemikian pengaruhya
sehingga Sir Petter Medewar peraih nobel kedokteran ,mengatakan bahwa karl popper tak ada duanya
sebagai filsuf ilmu terbesar yang pernah ada[2].
Popper menyadari bahwa suatu teori ilmiah selamanya tidak dapat dibuktikan. Yang disebut
hukum-hukum ilmiah bukanlah kebenaran-kebenaran mengenai dunia yang sama sekali
tidak dapat dikoreksi. Hukum-hukum itu sekedar teori , dan dengan itu merupakan
produk akal budi manusia. Bila teori-teori itu berjalan baik dalam
penerapannya, maka itu menunjukan bahwa teori-teori itu mendekati kebenaran.
Tetapi tetap saja terbuka kemungkinan, bahkan setelah ratusan tahun
keberhasilanya secara praktis, sewaktu-waktu ada orang muncul membawa teori
baru yang lebih baik dan lebih mendekati kebenaran.
Popper mengembangkan wawasan
ini menjadi suatu teori yang lengkap. Menurutnya, kenyataan fisik berada
terlepas dari akal budi manusia dan termasuk dalam tatanan yang berbeda dengan
pengalaman manusia dan oleh sebab itu tidak bisa diserap secara
langsung. Kita menghasilkan teori-teori yang cocok untuk
menjelaskannya. Bila teori-teori itu memberikan hasil praktis yang sukses, kita akan terus menggunakannya
selama teori-teori tersebut masih berfungsi dengan baik. Namun, cepat atau
lambat, teori-teori tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi kita karena
terbukti tidak tepat dalam beberapa hal dan kita harus mencapai teori yang
lebih baik . suatu teori yang lebih luas yang menjelaskan segala sesuatu
seperti telah dijelaskan oleh teori terdahulu, tetapi yang melampui
keterbatasan teori terdahulu.
Proses ini kita alami tidak hanya dalam bidang sains, tapi dalam semua
bidang kehidupan yang lain termasuk dalam kehidupan keseharian kita. Ini berati
bahwa pendekatan kita terhadap segala sesuatu pada dasarnya merupakan
pendekatan pemecahan masalah.
Hal ini menyatakan bahwa kita mencapai kemajuan tidak dengan menambah kepastian-kepastian baru dalam kumpulan
kepastian yang sudah ada , melainkan dengan terus-menerus menggantikan
teori-teori yang sudah ada dengan teori yang lebih baik. Pencarian kepastian
yang menjadi obsesi filsuf-filsuf barat dari decreates sampai russel harus
ditinggalkan, karena kepastian itu tidak ada. Tidaklah mungkin membuktikan pada
akhirnya atau selamanya, kebenaran teori ilmiah manapun. Mustahil untuk
menempatkan teori manapun. Mustahil untuk menempatkan seluruh ilmu atau seluruh
matematika di atas dasar-dasar yang seutuhnya aman. Jika kita membangun rumah
di atas rawa, kita harus menancapkan tiang-tiang penyangga cukup dalam sehingga
kuat untuk menahan bangunan tersebut. sewaktu kita hendak merenovasi dan
memperluas rumah itu , kita harus menancapkan tiang-tiang penyangga itu lebih
dalam lagi dan begitu seterusnya. Tetapi tidak ada batas bagi proses tersebut:
tidak ada batas akhir fondasi yang akan menahan apapun di atasnya;tidak ada
dasar alami bagi struktur ini maupun struktur lainnya.
Namun
meskipun tidak ada teori umum yang dapat dibuktika kebenarannya , semua teori
dapat dibuktikan kesalahan;dengan kata lain dapat diuji. Sebagaimana telah kita
lihat sebelumnya, sebanyak apapun jumlah pengamatan yang kita lakukan, itu
tidak akan pernah mampu membuktikan pernyataan “semua angsa berwarna putih”.
Cukup satu kali saja kita melihat ada seekor angsa berwarna hitam untuk
membuktikan kesalahan pernyataan tersebut. maka kita bisa menguji pernyataan
umum dengan mencari contoh-contoh kecil untuk menyangkalnya. Dengan demikian
kritik merupakan alat utama yang de facto kita gunakan untuk mencapai kemajuan.
Suatu pernyataan yang tdak dapat dibuktikan kesalahanya tidak mungkin diuji,
dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai pernyataan ilmiah. Sebab bila
segala sesuatu yang mungkin terjadi selalu dianggap sesuai dengan kebenaran
pernyataan itu, maka tidak ada apapun yang dapat dijadikan bukti. Contoh yang
baik tentang perkara ini adalah pernyataan ‘’tuhan ada” ; pernyataan ini
mempunyai makna dan mungkin saja benar, tetapi tidak ada seorangpun serius
berfikir akan menganggapnya sebagai suatu pernyataan ilmiah.[3]
D.
PENERAPAN
FALSIFIKASI KARL POPPER DALAM KEILMUAN ISLAM
Teori
falsifikasi popper di pandang memiliki kontribusi besar bagi perkembangan ilmu,
terutama dalam mengisi kekosongan metode ilmiah yang di di tinggalkan oleh
bacon yang hanya terfokus pada metode induktif. Berbeda dengan
gagasan falsifikasi, di dalamnya terdapat kritik untuk menguji
kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sebuah teori atau ilmu. Semakin suatu
teori atau ilmu bertahan dari kritik atau dari upaya penyingkapan kesalahannya
maka semakin benar keberadaan teori itu. Yang pasti, dalam pandangan
falsifikasionisme, tidak ada teori atau ilmu yang memiliki kebenaran yang
bersifat definitif atau final, yang ada hanyalah bersifat hepotesis atau dugaan
sementara. Prinsip falsifikasionisme seperti ini dapat mendatangkan sikap
kritis, yang merupakan elemen penting bagi pengembangan suatu ilmu. Penerapan
konsep falsifikasi ini memungkinkan seseorang menemukan teori yang baru serta
melakukan kritik terhadap bangunan keilmuannya sendiri tanpa harus merasa di
permalukan.
Prinsip
falsifikasi menegaskan bahwa kekuatan suatu teori itu bukan ditentukan dari
tingkat kebenaran teori tersebut namun ditentukan dari apakah teori tersebut
dapat dibuktikan kesalahannya. Akan tetapi, di balik kelebihan-kelebihan yang
dimiliki oleh teori falsifikasi Popper, bukan berarti teori tersebut tidak memiliki
kekurangan. Setidaknya ada dua kelemahan yang terdapat pada teori falsifikasi.
Pertama,
penolakannya terhadap pandangan induktivisme yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
selalu berangkat dari observasi-observasi, karena menurut pendukung teori
falsifikasi setiap penelitian ilmiah dituntun oleh teori tertentu yang
mendahuluinya. Teori ini kemudian diuji dengan eksperimen-eksperimen atau
observasi, bila ada teori yang tidak bertahan akan dinyatakan gagal dan harus diganti
oleh teori spekulatif lainnya. Namun, kritik para pendukung teori falsifikasi
ini sekaligus menjadi kelemahan mereka. Hal itu dikarenakan
pernyataan-pernyataan yang digunakan dalam eksperimen atau observasi juga sangat
tergantung pada teori dan dapat salah. Bahkan, sering terjadi justru
pernyataan-pernyataan observasinya yang salah. Karena itu, tidak benar bahwa
pernyataan observasi selau benar sedangkan hipotesis atau teori mengandung
kemungkinan salah. Bisa jadi bahwa teori yang difalsifikasi bertahan sedangkan
pernyataan observasi itu yang salah dan disingkirkan.
Dalam bidang
kajian agama, misalnya seseorang berusaha untuk membuktikan kesalahan teori
tentang pengaruh shalat terhadap prilaku korupsi. Ketika ditemukan bukti
observasi yang menunjukkan ada satu orang yang rajin shalat tetapi masih saja yang
bersangkutan melakukan korupsi, hal itu bukan berarti teorinya yang salah
sebagaimana disangkakan oleh penganut falsifikasionisme, tetapi bisa jadi
seperangkat metodologi yang digunakan oleh penelitinya yang kurang tepat atau
salah. Dengan demikian, tidaklah benar jika kesalahan selalu ditimpakan pada teori
atau ilmu.
Kedua, prinsip
falsifikasi yang dimiliki. Dalam prinsip falsifikasi ditegaskan bahwa hipotesis
yang tidak bertahan terhadap pernyataan-pernyataan eksperimen dan observasi
harus mundur karena tidak lagi penting. Akan tetapi pandangan ini tidak sesuai
dengan kenyataan historis, karena ada hipotesis yang dikemukakan dan tidak
konsisten sesuai dengan pernyataan observasi, tetapi tidak pernah ditolak.
Berbagai hipotesa metafisik dan agama, meski dalam kenyataannya tidak konsisten
dengan penyataan-pernyataan observasi, hingga kini tetap saja menjadi persoalan
yang selalu menarik.
Bila
prinsip falsifikasi Popper diterapkan pada kajian terhadap pemikiran para
sarjana Muslim tentang teks al-Qur’an atau al-Hadits yang berhubungan dengan
sains, atau tentang pemikiran mereka tentang konsep-konsep agama, maka aplikasi
metode falsifikasi Popper ini sangat mungkin dilakukan. Dengan tanpa melihat
objek materiil kajian keilmuan yang akan dilakukan para ulama, kita bisa
melihat semangat keilmuan yang dikandung oleh pemikiran Popper ini, bahwa
sebuah teori bukanlah kebenaran. Teori masih membutuhkan pengkajian lebih jauh untuk
menemukan kelemahan-kelemahan di dalamnya untk kemudian dibangun sebuah
penyempurnaan. Sikap dogmatis pada sebuah teori tertentu akan membawa ilmuwan
pada kematian ilmu pengetahuan. Sekali lagi, Popper mengatakan bahwa predikat terbaik
yang bisa dicapai oleh sebuah teori adalah mendekati kebenaran, bukan kebenaran
itu sendiri. Falsifikasi adalah tawaran Popper pada ilmu pengetahuan untuk membebaskan
ilmu pengetahuan dari kematian dini.[4]
E.
STRATEGI
PERKEMBANGAN ILMU DI INDONESIA
Ilmu membimbing manusia
dalam pembangunan, baik pembangunan fisik maupun nonfisik. Oleh karena itu
strategi pengembangan ilmu di Indonesia merupakan faktor yang sangat penting. Beberapa
syarat yang dibutuhkan bagi strategi pengembangan ilmu di Indonesia yaitu:
Pertama,
terbentuknya masyarakat ilmiah yang memiliki kekuatan tawar-menawar (Bargaining
Power), baik dengan pemerintah maupun dengan perusahaan besar. Kelompok
cendikiawan yang diharap dapat berperan sebagai aktor pelopor perkembangan
civil society yang juga masih lemah, karena minimnya pemikiran-pemikiran
alternatif yang mereka tawarkan, mereka justru lebih dekat dengan pusat
kekuasaan, karena tidak hendak memikul resiko menentang kebijakan pemerintah.
Cendikiawan yang berumah diatas angin tidak begitu besar perannya dalam menentukan
kebijakan pembangunann di Indonesia. Mereka nyaris tidak mempunyai bargaining
power dengan pemerintah. Namun ketika arus reformasi berhasil mendobrak
kekuasaan yang terlalu mendominir kehidupan masyarakat hingga ke dunia
akademik, maka arus perubahan itu telah berhasil menciptakan kemandirian yang
tinggal di kalangan akademik. Kendatipun demikian masih ada sebagian kecil
kelompok masyarakat ilmiah justru berada pada pusat kekuasaan pemerintah
Indonesia, mengingat para birokrat di pemerintahan sekaligus adalah ilmuan atau
yang biasa dikenal dengan istilah kelompok elit.
Kedua,
pengembangan ilmu di Indonesia tidak bebas nilai (value-free),
melainkan harus memperlihatkan landasan metafisis, epistemologi, dan aksiologis
dari pandangan hidup bangsa Indonesia. Van Melsen menekankan pentingnya dengan
pendangan hidup, karena ilmu pengetahuan tidak pernah dapat memberikan
penyelesaian terakhir dan menentukan, lantaran tidak ada ilmu yang mendasarkan
dirinya sendiri secara absolut. Seorang filsuf kontemporer Karl Raimund Popper
menggajukan prinsip falsifikasi yaitu Popper menawarkan pemecahan baru dengan
mengajukan prinsip falsifibilitas, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat
dibuktikan kesalahannya. Maksudnya, sebuah hipotesa, hukum ataukah teori
kebenarannya hanya bersifat sementara, sejauh belum ditemukan
kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya.
Ketiga,
pengembangan ilmu di Indonesia haruslah memperhatikan relasi antar ilmu
tanpa mengorbankan otonomi antara
masing-masing disiplin ilmu. Di sini diperlukan filsafat sebagai
mediator, terutama bidang filsafat ilmu.
Keempat, pengembangan
ilmu di Indonesia harus memperhatikan dimensi religiusitas, karena masyarakat
Indonesia masih sangat kental dengan nuansa religiusitasnya. Walaupun bisa
terjadi kendala pengembangan ilmu yang disebabkan oleh agama dalam arti
eksoteris (lembaga atau pranata kegamaannya), bukan dalam esoteris (hakikat
keagamaan itu sendiri). Oleh karena itu dimensi esoteris keagamaan perlu digali
agar masyarakat ilmiah dapat memadukan dimensi ilmu pengetahuan dengan
nilai-nilai religius atau mengembangkan sinyal-sinyal yang terkandng secara
implisit dalam ajaran agama tentang manfaat ilmu pengetahuan bagi umat manusia.[5]
F.
KESIMPULAN
Perkembangan Ilmu pengetahuan tidak
melulu soal Teori tentang suatu kebenaran. Namun terdapat pula kesalahan dalam
suatu teori yang dapat di uji hal ini dinamakan Falsifikasi. Walaupun Falsifikasi
mengkritik suatu teori dengan menguji kesalahanya namun falsifikasi sendiri
tidak terlepas dari kritikan. Falsifikasi sendiri merupakan solusi untuk
mencegah Ilmu agar berkembang terus menerus dan terbebas dari segala Dogma.
DAFTAR
PUSTAKA
Komaruddin. 2015. “Falsifikasi Karl Popper dan
Kemungkinan Penerapanya dalam
Keilmuan
Islam.” Dalam Http://journal.walisongo.ac.id. Di akses tanggal 31 Oktober
2016.
Lorens, Bagus. 2016. Kamus
Filsafat. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Magee, Bryan. 2012. The Story Of Philipsophy. Yogyakarta : Kanisius.
Maksum, Ali. 2016.
Pengantar Filsafat. Yogyakarta
: Ar-Ruzz Media.
Mustansyir, Rizal. 2014. Filsafat Ilmu. Bandung : Mizan.
[1] Bagus
Lorens.
Kamus Filsafat. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama. 2016. hlm 23
[2] Ali
maksum . pengantar filsafat. Yogyakarta
: Ar-Ruzz Media. 2016. hlm 13
[3]
Bryan Magee. The Story Of Philipsophy.
Yogyakarta : Kanisius. 2012. hlm 25
[4]
Komaruddin. “Falsifikasi karl popper dan
kemungkinan penerapanya dalam keilmuan islam.” Dalam Http://journal.walisongo.ac.id. Di akses
tanggal 31 oktober 2016. 2015
[5] Rizal
mustansyir. “Filsafat ilmu.” Bandung
: Mizan. 2014. hlm 173-176
Roulette and Craps | Online Casino UK | Lucky Club
BalasHapusLive 카지노사이트luckclub Roulette and Craps, also known as roulette, casino game and dice games, offer exciting gambling options online. Players place bets at the game