Egalitarianisme

TAUHID DAN EGALITARIANISME







Dosen Pengampu : Roni Ismail, S.Th.I., M.S.I.


Makalah Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Tauhid.
Disusun oleh: 
 
Diki Noras Habibi                             (16540033)
Muhammad Erta Dafik           (16540019)
Anisha Rizki Utami                 (16540089)



.


PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

2017


A.   Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, mayoritas masyarakat islam masih belum memahami arti Tauhid secara mendalam, sehingga mereka sesungguhnya masih belum merdeka dan belum mencari status manusiawinya. Dapat dikatakan bahwa keterbelakangan ekonomi, ketimpangan sosial, dan berbagai macam kemunduran lainya yang di derita oleh mayoritas muslim di Indonesia saat ini, semua fenomena tersebut terjadi karena masyarakat belum memahami tauhid secara mendalam. Oleh karena itu untuk membangun manusia muslim yang baik dan bermoral tinggi maka harus di perhatikan tauhidnya. Tauhid merupakan masalah pertama dan terpenting untuk segera di utamakan dan di luruskan.
Maka dari itu fungsi tauhid dalam kehidupan muslim perlu untuk di ketahui sehingga manusia akan lebih termotifasi untuk memahami arti tauhid dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkanya dalam kehidupan bermasyarakat. Kedudukan tauhid dalam Dunia islam sangatlah penting, karena dari pemahaman tentang tauhid itulah keimanan seorang muslim mulai tumbuh. Konsep tauhid dalam islam merupakan salah satu pokok ajaran yang tidak dapat di ganggu gugat dan sangat berpengaruh terhadap keislaman seseorang. Apabila pemahaman tentang tauhid seorang tidak kuat maka akan goyah pula keislamanya secara menyeluruh.
Tidak bisa di pungkiri lagi, Indonesia tidak bisa terlepas dari permasalahan egalitarianisme, karena kesetaraan menjadi tolak ukur keberadaan seseorang agar bisa di perlakukan secara adil. Egalitarianisme adalah satu pemahaman mengenai persamaan derajat. Tetapi, persamaan derajat yang dimaksud dalam paham ini berbeda dengan apa yang disebutkan dalam Hak Asasi Manusia. Letak perbedaan antara kedua adalah pada objek sasarannya. Hak Asasi Manusia lebih menekankan kepada hak-hak tiap individu, Egalitarianisme mengacu pada hak-hak tiap kelompok atau sekumpulan individu. Dan mencakup pula kemerdekaan semu
Kemudian, ada kata tauhid, secara garis besar, Tauhid merupakan konsep ketuhanan yang wajib dipegang oleh tiap-tiap umat yang menyatakan dirinya beragama. Tauhid mencakup pada keyakinan dan kepercayaan terhadap adanya Dzat yang Maha Segala.
Pada makalah ini, penulis akan mengedepankan mengenai hakikat dari egalitarianisme. Juga hubungannya dengan konsep tauhid yang menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat muslim. Bagaimana pandangan penulis serta pandangan para ahli mengenai hubungan antara keduanya. Apakah saling berkaitan ataukah saling bertentangan. Dalam makalah ini, sebisa mungkin penulis akan menyajikannya Dengan rinci serta sistematis. Tak lupa, mengedepankan sikap ilmiah. Makalah ini di harapkan mampu menjawab persoalan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia khususnya masalah Egalitarianisme dan dapat berguna untuk semua kalangan.









B.    Rumusan Masalah
1.       Apa yang di maksud Egalitarianisme ?
2.       Mengapa Egalitarianisme penting untuk di pelajari ?
3.       Bagaimana hubungan egalitarianisme dengan Tauhid ?

C.    Egalitarianisme
Egalitarianisme berasal dari bahasa Perancis egal yang berarti sama. Yang di maksud sama dalam pengertian ini adalah kecenderungan cara berpikir bahwa penikmatan atas kesetaraan dari beberapa macam premis umum, misalkan bahwa seseorang harus diperlakukan dan mendapatkan perlakuan yang sama pada dimensi seperti agama, politik, ekonomi, sosial, atau budaya. Dalam pengertian doktrin Egalitas ini mempertahankan bahwa pada hakikatnya semua orang manusia adalah sama dalam status nilai atau moral secara fundamental Sebagian besar, pengertian ini merupakan respon terhadap pelanggaran pembangunan statis dan memiliki dua definisi yang berbeda, dalam bahasa Inggris modern dapat didefinisikan secara baik sebagai doktrin politik yang menyatakan bahwa semua orang harus diperlakukan secara setara dan memiliki hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan sipil yang sama atau dalam pengertian filsafat sosial penganjuran penghapusan kesenjangan ekonomi antara orang-orang yang kaya dan yang miskin atau adanya semacam desentralisasi kekuasaan. Dalam hal demikian ini dianggap oleh beberapa pihak sebagai keadaan alami dari sebuah masyarakat. Kesetaran ini mempunyai beberapa aspek yaitu dalam aspek sosial, aspek politik, dan aspek ekonomi.[1]
Terdapat beberapa prinsip yang harus di pegang oleh faham Egalitarianisme yang di populerkan oleh David Cooper di antaranya :
-          Prinsip kegunanan : Prinsip ini menekankan kegunaan atau manfaat sebagai tolak ukur untuk menilai dan mengambil keputusan. Suatu tindakan atau keputusan dikatakan berguna bila semakin banyak orang yang mendapat keuntungan dari tindakan tersebut.
-          Prinsip akal murni : Prinsip ini menekankan bahwa suatu tindakan hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional. Artinya, A tidak akan diperlakukan dengan cara yang berbeda atau sama dengan B kecuali bila ditemukan adanya perbedaan dan persamaan antara keduanya. Prinsip ini kerap digunakan untuk menentang perlakuan diskriminatif, perlakuan sewenang-wenang atau prasangka buruk.
-          Prinsip keadilan : Ciri khas prinsip ini adalah menentang ketidakadilan. Ketidakadilan dapat berupa pelanggaran hukum atau kebijakan yang salah sehingga ada pihak yang dirugikan.
-          Prinsip perbedaan : Dari semua prinsip yang telah dibahas prinsip inilah yang memenuhi syarat sebagai prinsip egalitarianisme. Prinsip ini dikutip dari pemikiran John Rawls tentang Teori Keadilan. Salah satu syarat keadilan menurut Rawls adalah terpenuhinya Prinsip Perbedaan. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa ketidaksetaraan sosial-ekonomi dalam masyarakat harus ditata sedemikian rupa sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil pada akhirnya akan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi mereka yang paling tidak  beruntung.[2]
Berbicara masalah Egalitarianisme tentu tidak bisa terlepas dari Hak asasi manusia,  ibarat makanan seperti sayuran yang kurang lengkap tanpa di kasih garam. Begitupun sebaliknya hubungan antara Egalitarianisme dengan Hak asasi manusia yang sangat erat. Inti dari HAM sendiri adalah Egalitarianisme. Di era modern ini tuntutan atas Hak asasi manusia terus berlangsung. Sebagaimana jerit tangis untuk mencari keadilan dalam makna apapun, tuntutan-tuntutan itu bermuara dari adanya rasa tertekan dan ketidakpuasan yang turut mendorong keputusan bahwa segala sesuatu bisa, dan memang seharusnya, menjadi lebih baik dari keadaan sekarang ini.[3] Maka dari itu HAM perlu di tegakkan secara tegas di era modern ini. Ketika HAM di tegakkan dengan baik maka otomatis Egalitarianisme akan terwujud, karena HAM masuk dalam komponen tersebut.
D.   Egalitarianisme Ilmu yang penting
Egalitarianisme sesungguhnya adalah satu paham yang sedikit banyak diserap oleh bangsa Indonesia. Seperti yang tertera pada slogan bangsa. ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Slogan ini terlihat jelas mengunakan Egalitarianisme sebagai dasarnya. Indonesia adalah negara kepulauan dengan keaneka ragaman yang luar biasa, tetapi kita semua dipersatukan dalam satu ‘wadah’ yakni Indonesia. Semua dari kita adalah sama, warga negara Indonesia. berangkat dari pengertian tersebut terdapat beberapa pokok hal yang membuat Egalitarianisme penting untuk di pelajari, diantaranya :
1.       Menjadikan kita dapat bersikap lebih objektif dalam menanggapi suatu masalah
Bersikap objektif adalah tidak memihak pada suatu golongan tertentu saat menyatakan pendapat, menilai, maupun memberikan solusi pada suatu masalah. Dengan mengatahui dan memahami hakikat Egalitarianisme, kita dapat bersiap lebih bijak dan tidak memihak.
2.       Bersikap adil
Bersikap adalah satu sikap yang haruslah dimiliki. Terlebih bagi mereka yang berkecimoung dalam dunia kehakiman. Dengan bersikap adil, tak akan ada lagi yang namanya suap, penyongokan atau semacamnya. Karena segala keputusan yang diambil adalah keputusan yang berdasarkan pada kesamaan derajat. Tidak ada yang namanya pembenaran untuk kesalahan.
3.       Saling menghargai
Manusia yang pada hakikatnya sama akan menjadi saling menghargai satu sama lain berkat Egalitarianisme yang diaplikasikan dengan tepat. Pluralisme dan akulturasi bisa saja tercipta dengan mudah. Hingga kekacauan atau kerusuhan dapat diminimalisir.
4.       Kesejahteraan dan kehidupan yang damai
Kesadaar akan persamaan derajat dan hak, manusia akhirnya akan mencapai hidup yang damai, aman, dan gtentram. Kesejahteraan pun dapat ditingkatkan. Karena setiap individu sadar bahwa setiap orang punya hak yang sama, kesepatan yang sama, dan tidak ada sekat diantara mereka.
5.       Terciptanya Toleransi
Dengan memahami konsep Egalitarianisme, rasa toleransi akan lahir dalam diri kita. Karena adanya kesadaran bahwa tidak satupun dari kita yang ‘lebih’ ketimbang yang lain.
                Begitu banyak manfaat yang di dapat dengan mempelajari Egalitarianisme. Tidak di pungkiri di zaman sekarang Egalitarianisme sangat di butuhkan oleh semua kalangan karena dalam faham Egalitarianisme tidak adanya stratifikasi, entah itu sosial, politik ataupun budaya. Semua orang jika di lihat dari perspektif egaliter sama, yang membedakan hanyalah keimanan mereka kepada Allah SWT.  Maka dari itu kecil kemungkinan terjadi penindasan oleh penguasa kepada masyarakatnya, jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dan masih banyak contoh lagi. Dengan demikian ketika Egalitarianisme di praktekkan dalam realitas sosial harapanya kesejahteraan sosial dalam masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
E.    Hubungan Egalitarianisme dengan Tauhid
Tauhid berarti bahwa Tuhan yang maha esa adalah pencipta ,pemelihara, dan pemilik dari alam semesta dengan segenap isinya,baik organik maupun non organik. Dia-lah yang memiliki hak untuk memberikan perintah atau melarang. Hanya dia yang patut di sembah dan di taati. Tidak ada satu aspek pun dari segala bentuk kehidupan, organ-organ dan panca indra kita, kendali atas benda-benda fisik atau benda-benda itu sendiri tercipta atau di peroleh atas kemauan kita sendiri. Semuanya itu adalah bagian dari karunia tuhan dan di limpahkan oleh-Nya.[4] Jadi tidak ada mahluk yang lebih agung atau lebih mulia dari pada Allah. Manusia mempunyai derajat yang sama dimata Allah, hanya saja yang membedakan derajat manusia adalah ketaqwaan kepada-Nya. Artinya tidak ada manusia yang lebih mulia dari manusia lain melainkan dengan ketaqwaan kepada-Nya. Sudah sewajarnya sebagai manusia itu menyetarakan derajatnya dengan manusia lain. Kesetaraan derajat inilah yang harus ada dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kehidupan yang harmoni tanpa ada stratifikasi sosial. Dasar kepentingan persamaan hak hidup dikembalikan pada tiga macam hal, yaitu:
- Persamaan hak dalam kedudukan dan nilai kemanusiaan bermasyarakat
- Persamaan hak dalam ketetapan undang-undang mengatur kepentingan kehidupan
  kenegaraan dan lain-lain
- Persamaan hak dalam hal aktivitas perekonomian dan perdagangan [5]

Begitu pentingnya urusan kesetaraan ini sampai dibahas dalam Al-Qur’an Surat Al – Hujurat ayat 13 yang artinya “Hai manusia, Kami ciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah di antara kamu adalah yang paling tinggi takwanya” . Begitu pentingnya asas persamaan atau kesetaraan ini karena bila stratifikasi sosial terus ada pada masyarakat akan timbul masalah-masalah baru seperti kecemburuan sosial dan kesenjangan sosial. Begitu pula halnya Rasulullah saw pernah menyampaikan pada khutbah wada’nya yang kemudian dijadikan pedoman bagi kaum muslimin, Rasul bersabda: “Hai manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian adalah esa, ayah kalian satu. Semua keturunan berasal dari keturunan Adam, sedang Adam diciptakan dari tanah. Yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling tinggi takwanya. Tak ada bedanya antara keturunan orang Arab dengan bangsa Ajam (bukan Arab). Tak ada bedanya bedanya antara bangsa Ajam dengan bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang berkulit merah maupun yang berkulit putih. Tak ada selisih  orang yang berkulit putih atas yang berkulit merah, melainkan hanya dengan takwanya. Tidakkah ini telah saya sampaikan ? Ya Allah, saksikanlah! Hendaklah yang menyaksikan menyampaikan kepada yang tidak menyaksikan” . Dalam riwayat yang lain juga dijelaskan bahwa ada seorang umat nabi yang sedang berselisih dengan budak bangsa Zanji. Karena amarahnya kemudian Abu Dzar kemudian melontarkan kata-kata makian yang sangat kasar kepada budak yang berbangsa Zanji itu. Katanya “hai si anak hitam” dengan perasaan yang menyakitkan. Seketika Rasulillah saw langsung marah dan besabda: “Perkataanmu sudah melampaui batas. Tidak ada bedanya antara manusia keturunan putih dengan keturunan hitam, melainkan dengan kemuliaan amal dan takwanya masing-masing” mendengar sabda nabi itu, Abu Dzar kemudian meletakan pipinya di bumi, seraya berkata kepada si kulit hitam, “Berdirilah engkau dan injaklah pipiku sekarang ini”  inilah cerminan betapa hak asasi manusia dan kesetaraan umat yang dilontarkan islam diterima dengan baik oleh para sahabat dan umat manusia lainya.
F.    Kesimpulan
Egalitarianisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa semua orang itu adalah sama. Dalam artian tidak ada perbeadaan secara kasat mata yag terdapat dalam diri manusia seperti perbedaan ras, warna kulit, bahasa dan lainya, kesetaraan ini bertujuan supaya tidak adanya diskriminasi antar sesama manusia. Pernyataan ini di dukung juga dalam islam yaitu surat al hujurat ayat 13 yang artinya “Hai manusia, Kami ciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah di antara kamu adalah yang paling tinggi takwanya”. Sudah nampak jelas bahwa semua manusia di muka bumi ini adalah setara atau sama, tidak ada stratifikasi sosial
Dalam masyarakat, karena semua itu hanya akan menimbulkan konflik horisontal antara semua warga masyarakat. Sudah saatnya di era modern ini Egalitarianisme di realisasikan secara tegas dan baik dalam mayarakat.

























DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun., Bachtiar Efendi. “Hak azasi manusia dalam islam”. Jakarta : Pustaka firdaus. 1987.

Maududi, Maulana Abul. 2005. “Hak-hak asasi manusia dalam islam”. Jakarta : Bumi Aksara.

Khasuga, Rieska. ”Egalitarianisme”. Dalam agusbudipendidikanips.blogspot.co.id. di akses pada 24 Februari 2017

Wahid, Ali Abdul. 1991. “Prinsip Hak Asasi Dalam Islam”. Solo : CV Pustaka Mantiq.

Wikipedia. “Egalitarianisme”. Dalam id.wikipedia.org/wiki/Egalitarianisme. Di akses pada 23 Februari 2017.





[1] Wikipedia. “Egalitarianisme”. Dalam id.wikipedia.org/wiki/Egalitarianisme. Di akses tanggal 23 Februari 2017.
[2]Rieska Khasuga. Egalitarianisme”. Dalam agusbudipendidikanips.blogspot.co.id. di akses tanggal 24 Februari 2017
[3] Harun nasution,Bachtiar efendi. “Hak azasi manusia dalam islam”. Jakarta : Pustaka firdaus. 1987. hlm 1
[4] Maulana Abul Maududi. “Hak-hak asasi manusia dalam islam”. Jakarta : Bumi Aksara. 2005. hlm 1  
[5]  Ali Abdul Wahid. “Prinsip Hak Asasi Dalam Islam”. Solo : CV Pustaka Mantiq. 1991. hlm 13-15

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konflik Mahasiswa Papua Di Yogyakarta

Tujuan dan kegunaan studi agama agama