Konflik Mahasiswa Papua Di Yogyakarta


KONFLIK MAHASISWA PAPUA DI YOGYAKARTA TERHADAP LEMAHNYA INTEGRITAS BANGSA DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN INDONESIA





Makalah Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Pancasila


Dosen Pengampu : Dr. Roma Ulinnuha, M.Hum


Disusun oleh:   

                                                  Diki Noras Habibi
Nim : 16540033
                


PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

2016


BAB I PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG MASALAH
Yogyakarta merupakan salah satu kota yang terkenal di Indonesia,  Keindahan pariwisata di Yogyakarta sangat mendunia, karena memiliki  salah satu dari tujuh keajaiban di dunia yaitu Candi Borobudur. di samping terkenal dengan pariwisata, Yogyakarta juga di juluki sebagai kota pelajar. Dari Yogyakarta telah lahir banyak Seniman, Sastrawan sampai Ilmuwan yang terkenal di seluruh penjuru tanah air. Beraneka ragam corak Budaya, Bahasa, menghiasi kota ini dan membuat Yogyakarta semakin istimewa. Banyak para pelajar dari seluruh indonesia bahkan dunia tertarik datang ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu. Terdapat berbagai Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang sudah tidak asing lagi di telinga para pelajar di seluruh penjuru tanah air, sebut saja Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia, UIN Sunan Kalijaga dan masih banyak lagi, Tidak heran Kota Pelajar adalah Julukan yang tepat buat Kota Yogyakarta.
Dari keberanekaragaman tersebut tentu di dalam tatanan masyarakat di Yogyakarta tidak semulus yang kita bayangkan. Banyak masalah yang terjadi di Yogyakarta yang berujung pada suatu konflik yang terjadi di dalam masyarakat di Yogyakarta. Masalah tersebut muncul karena keberagaman masyarakat Yogyakarta yang berasal dari seluruh penjuru tanah air. Contohnya : Konflik Premanisme, Maraknya Narkoba di kalangan Remaja, Kemunculan Sekte-sekte sesat dan Radikal. Namun dari sekian banyak masalah di Yogyakarta terdapat satu masalah yang menarik untuk di teliti dan di telaah lebih mendalam mengenai  kebenarannya. Masalah tersebut yaitu Aliansi mahasiswa papua di Yogyakarta, yang masih menyamakan kondisi di Yogyakarta dengan kondisi di Papua, alhasil dari situasi ini muncul beragam konflik diantaranya mereka tidak mau menaati peraturan yang ada di Yogyakarta, ibarat pepatah “Di mana Bumi di pijak disitulah langit di junjung.” contohnya mereka tidak mau mengenakan helm ketika berkendara namun ketika polisi menegurnya mereka malah marah, melanggar peraturan yang di buat warga dengan semaunya, dan yang paling parah lagi mereka berusaha menyebarkan faham separatisme di kota Yogyakarta. Padahal Papua merupakan salah satu aset yang berharga bagi Republik Indonesia, Tambang emas terbesar dan salah satu destinasti pariwisata yang amat menajubkan berada di Papua. Republik Indonesia tidak menghendaki Papua merdeka karena akan berdampak buruk terhadap Indonesia, Bangsa tidak menginginkan rakyat menjadi terpecah belah, rakyat menjadi tidak bersatu dalam mewujudkan suatu Bangsa yang berintegrasi dalam mewujudkan Persatuan Indonesia.
            Dari problematika di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai suatu permasalahan yang berjudul “Konflik Mahasiswa Papua di Yogyakarta terhadap lemahnya Integritas Bangsa dalam Mewujudkan Persatuan Indonesia.” Penelitian ini di harapkan mampu menjawab seluruh persoalan yang ada pada masyarakat papua pada khususnya dan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya, supaya Konflik yang terjadi di dalam masyarakat dapat segera terselesaikan.









1.2.  RUMUSAN MASALAH
Apakah ada relevansi konflik mahasiswa papua di Yogyakarta terhadap Integritas Bangsa dalam mewujudkan Persatuan Indonesia ?

1.3.  BATASAN MASALAH
Pada penelitian kali ini peneli hanya akan meneliti mengenai konflik mahasiswa Papua yang ada di Yogyakarta  terhadap lemahnya integritas bangsa dalam mewujudkan Persatuan Indonesia. Peneliti tidak melakukan penelitian terhadap segala konflik di seluruh mahasiswa di Yogyakarta. Hal ini di lakukan untuk mempermudah jalanya penelitian serta dapat memperoleh kesimpulan yang akurat dan informasi yang di peroleh lebih mendalam.

1.4.  TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konflik mahasiswa papua di Yogyakarta terhadap Intergrasi bangsa dalam mewujudkan Persatuan Indonesia, selain itu bertujuan untuk menambah cakrawala ilmu pengetahuan melalui sebuah penelitian.

1.5.  MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami  seberapa besar akibat yang di timbulkan dari sebuah konflik  dan hal apa saja yang dapat di lakukan untuk meredam suatu konflik yang terjadi di dalam kehidupan kita.

1.6.  KERANGKA TEORI

A.  KONFLIK
            Ketika pertama kali mendengar kata konflik hal yang muncul dalam benak kita adalah suatu perkelahian,pertentangan antara 2 tokoh atau lebih. Hal ini sangatlah wajar karena konflik di proyeksikan sebagai sesuatu hal yang negatif. Padahal tidak semua konflik bersifat negatif ada juga dampak konflik yang bersifat positif contohnya dapat menciptakan Integrasi yang Harmonis, Memperkuat identitas pihak yang berkonflik. Setiap manusia sendiri pasti pernah mengalami suatu konflik baik itu konflik individu, kelompok maupun etnis. Konflik bisa bersifat destruktif maupun konstruktif bagaimana kita menyikapi suatu konflik tersebut. Konflik selalu berawal dari adanya suatu perbedaan. Perbedaan ini kemudian bertransformasi ke dalam sub-sub bagian kehidupan sosial seperti Ekonomi, Politik, Budaya.[1]
Konflik selalu ada dan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan lenyap dari sejarah. Selama manusia masih hidup, tidak mungkin manusia menghapus konflik antar kelompok bahkan konflik antar pemeluk agama dan konflik antar negara merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah manusia. Berbagai macam hal seperti perbedaan selera, perbedaan pendapat, dan berbagai perbedaan lainya dapat menimbulkan suatu konflik.[2] Konflik menjadi saluran dari akumulasi perasaan yang tersembunyi secara terus menerus yang mendorong seseorang untuk berperilaku dan melakukan sesuatu yang berlawanan dengan orang lain.
Perspektif konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti Karl Max (1818-1883), Emile Durkheim (1879-1912), Max Webber (1864-1920), dan George Simmel (1858-1918). Keempat pemikiran ini memberi kontribusi sangat besar terhadap perkembangan analisis konflik kontemporer. Disamping itu, Ibnu Khaldun seungguhnya memberikan kontribusi besar terhadap teori konflik. Teori konflik Khaldun bahkan merupakan satu analisis komprehensif mengenai horisontal dan vertikal konflik. Proposi ini dipaparkan dalam rangka untuk memahami dinamika yang terjadi didalam masyarakat.[3]
Konflik yang terjadi pada mahasiswa papua di Yogyakarta adalah suatu konflik yang bersifat destruktif. Karena dapat mengakibatkan disintegrasi terhadap bangsa Indonesia. Contohnya Mereka menyamakan peraturan di Yogyakarta sama dengan di papua, mereka berlalu lintas di jalan raya seenaknya tanpa mengenakan helm dan  ketika di tilang polisi mereka malah memarahi polisi bahkan sampai mengancam mau membunuhnya,selain itu mereka juga pernah berbuat onar terhadap warga sekitar,tingkah laku sehari harinya yang sulit di atur oleh warga dan yang paling parah mereka berusaha menyebarkan faham separatisme di Yogyakarta dengan cara melakukan sebuah demo di 0 Km yang menuntut referendum papua merdeka. tentu kondisi ini adalah hal yang tidak di inginkan oleh semua pihak karena mengakibatkan perpecahan antar warga masyarakat. Lalu jika masyarakat sudah terpecah belah, dimana letak pengamalan Sila pancasila yang ke 3 yaitu Persatuan Indonesia dalam kehidupan masyarakat sehari hari.

B.  INTEGRASI BANGSA

                      Menurut ICCE, Integrasi Nasional dapat diartikan penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari satu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang utuh, atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Integrasi yang dimaksud disini adalah kesatuan dan persatuan negara. Secara umum, integrasi nasional mencerminkan proses persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai perbedaan baik suku, budaya, dan berbagai latar belang ekonomi.
                      Menurut Paul B. Horton Integrasi yaitu proses pengembangan masyarakat yang mana  segenap kelompok ras dan etnik mampu berperan secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi. Oleh karena integrasi suatu yang diharapkan dalam kehidupan masyarakat, maka harus tetap dijaga kelangsungannya.Integrasi nasional identik dengan integrasi bangsa yang berarti suatu proses penyatuan atau perubahan berbagai aspek sosial budaya kedalam suatu wilayah dan pembentukan nasional atau bangsa.

            Adapun faktor-faktor pendorong Integrasi Nasional sebagai berikut :
-       Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib sepenanggungan.
-       Keinginan untuk bersatu dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928.
-       Rasa cinta tanah air dikalangan bangsa Indonesia sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan dan mengisi kemerdekaan.
-       Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan yang gugur demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
-       Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila
-       Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.

    Adapun faktor penghambat Integrasi Nasional sebagai berikut :
-       masyarakat Indonesia yang beraneka ragam dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
-       Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan pulau yang dikelilingi oleh lautan luas.
-       Masih besarnya ketimpangan dan tidak meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan yang menimbulkan rasa tidak puas.
-       Adanya paham etnosentrime diantara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
-       Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa, akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian  bangsa, baik melewati kontak lansung maupun tidak langsung.[4]

Integrasi nasional di Yogyakarta terbilang cukup baik, meskipun di Yogyakarta sendiri terdapat banyak suku dari berbagai daerah. Namun dampak yang di timbulkan dari konflik mahasiswa papua di Yogyakarta jika tidak segera di atasi dapat mengubah tatanan masyarakat di Yogyakarta, yang awalnya Integrasinya cukup baik menjadi buruk, jika konflik dibiarkan terus menerus mungkin bisa bedampak disintegrasi dalam suatu bangsa. 

1.7.  HIPOTESIS
Dalam penelitian ini peneliti merumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat relevansi yang kuat antara konflik mahasiswa papua di Yogyakarta terhadap integritas bangsa dalam mewujudkan persatuan indonesia. Karena konflik yang terjadi terhadap mahasiswa papua bisa mengakibatkan disintegrasi bangsa Indonesia dalam mewujudkan persatuan Indonesia

1.8.  METODE PENELITIAN

A.  JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian Kuantitatif. Peneliti berusaha menjelaskan suatu masalah secara spesifik, jelas dan terperinci serta berusaha menyusun masalah dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian kali ini akan di mulai pada tanggal 10 November 2016 sampai dengan 31 November 2016. Adapun tempat yang menjadi sumber pencarian data peneliti adalah :
-      Sumber dari Internet yang Relevan
-      Sumber lain yang mendukung seperti Koran, Majalah dan lain lain
-      Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
-      Grhatama Pustaka Yogyakarta

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian kali ini adalah melalui pencarian literatur-literatur dari studi kepustakaan dan mencari berbagai macam informasi yang mendukung penelitian ini baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.


BAB II PEMBAHASAN
2.1.  GAMBARAN UMUM
Provinsi Papua merupakan wilayah yang paling timur dari Republik Indonesia. Jarak antara Jakarta ke Jayapura, ibukota Provinsi Papua adalah kurang lebih 3.500 km. Mungkin akan cukup mencengangkan untuk mengetahui luas tanah Papua adalah tiga setengah kali besarnya Pulau Jawa. Luas Papua 422.000 km², sementara Jawa hanya 132.000 km². Tidak terbayang bahwa wilayah Indonesia yang berada paling timur ini demikian luas wilayahnya. Wilayah Papua yang luas, hanya berpenduduk sekitar 3,5 juta jiwa. Sayangnya, hampir pasti kita tidak terlalu banyak tahu tentang masalah Papua. Ilmu sejarah, geografi, atau ilmu ekonomi yang kita peroleh di bangku sekolah dan kuliah pada umumnya tidak mencukupi untuk mengenal secara memadai berbagai hal yang terjadi di wilayah paling timur dari negeri ini. Begitu pula, media massa mempunyai keterbatasan dalam memberitakan segala sesuatu yang terjadi di negeri yang kompleks ini.[5] Namun pada penelitian kali ini peneliti tidak membahas secara kompleks mengenai seluruh masalah yang terjadi di Provinsi Papua. Peneliti hanya akan meneliti mengenai masalah konflik mahasiswa Papua yang berada di Yogyakarta.
Yogyakarta adalah miniatur Indonesia, kota pariwisata dan kota pelajar adalah julukan yang tepat untuk kota yang istimewa ini. Terdapat Universitas ternama di Indonesia yang berada di kota Yogyakarta sebut saja Universitas Gadjah mada, Universitas Negeri Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, Institut Seni Indonesia dan masih banyak lagi. Dari banyaknya universitas yang berada di Yogyakarta tentu membuat masyarakat di seluruh penjuru tanah air berdatangan menuju ke kota Yogyakarta tak terkecuali adalah Provinsi Papua untuk menimba ilmu di kota pelajar ini, karena Provinsi Papua dalam segi  pendidikan masih jauh di banding pendidikan di pulau Jawa. Tujuan yang ingin di capai para pelajar dari seluruh tanah air adalah menuntut ilmu dan menggapai kesuksesan. Namun di dalam sesuatu daerah manapun di seluruh Indonesia terdapat aturan yang harus di taati oleh masyarakatnya, ibarat pepatah “ dimana bumi di pajak di situ langit di junjung” yang memiliki arti dimanapun ketika kita tinggal maka kita harus patuh atau taat terhadap aturan yang ada pada daerah itu, tak terkecuali Yogyakarta. Namun realitanya terdapat beberapa mahasiswa Papua yang berada di Yogyakarta mereka tidak menaati peraturan yang ada dimana mereka tinggal, mereka masih menyamakan peraturan yang ada di Yogyakarta sama seperti di daerah asal mereka tinggal yaitu papua, alhasil timbul konflik yang terjadi antara mahasiswa Papua yang berada di Yogyakarta dengan masyarakat.

2.2.  ANALISIS MASALAH

A.  PERSPEKTIF TEORI ETIKA
Konflik mahasiswa Papua di Yogyakarta jika di tarik ke dalam teori Etika sangat berhubungan karena di dalam teori etika di jelaskan bagaimana cara menentukan tindakan yang benar, dalam hal ini jelas tidak benar tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa papua yang berada di Yogyakarta karena melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat dan apabila tindakan itu dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan suatu konflik yang bersifat destruktif dan dari konflik destruktif jika tidak di atasi dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa dan dapat memecah persatuan Indonesia . Para ahli filsafat moral sering mengambil beberapa prinsip fundamental sebagai titik awal mereka menentukan apa yang benar atau mengetahui bagaimana cara mengetahui apa yang benar yaitu “bersikaplah kepada orang lain sebagaimana orang lain bersikap kepada anda.” Prinsip semacam itu tidak menetapkan apa yang benar, tetapi memberikan sebuah prosedur untuk membedakan antara tindakan yang benar dan tindakan yang salah. Dan menjangkau satu langkah lebih dalam dari prinsip yang mengidentifikasi sebagian tindakan tertentu sebagai tindakan yang benar atau salah (seperti spesifikasi bahwa membunuh orang lain selalu salah atau bahwa membantu orang lain selalu benar) karena prinsip tersebut menghasilkan sebuah keputusan tentang apa yang benar atau salah yang didasarkan pada pertimbangan tindakan dalam konteks sosial tertentu.[6] Melalui teori Etika jika di terapkan dalam konflik mahasiswa papua yang ada di Yogyakarta kemungkinan besar bisa meredam konflik dan dapat mengakibatkan Integrasi Bangsa dalam mewujudkan Persatuan Indonesia.

B.  PERSPEKTIF TEORI KONFLIK
Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori fungsionalisme struktural yang dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian. “Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx pada tahun 1950.[7] Teori  ini  bertujuan  untuk  menganalisis  asal  usulnya  suatu  kejadian, terjadinya  sebuah  pelanggaran  peraturan  atau  latar  belakang  seseorang  yang berperilaku  menyimpang.  Konflik  disini  menekankan  sifat  pluralistik  dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan  yang terjadi di antara berbagai  kelompok,  karena  kekuasaan  yang  dimiliki  kelompok-kelompok  elit maka  kelompok-kelompok  itu  juga  memiliki  kekuasaan  untuk  menciptakan peraturan,  khususnya  hukum  yang  bisa  melayani  kepentingan -kepentingan mereka. Konflik mahasiswa papua yang ada di yogyakarta bisa jadi disebabkan oleh mereka yang merasa di diskriminasi oleh pemerintah. mereka merasa berkulit hitam dan berambut keriting sedangkan semua media umumnya menggambarkan kesempurnaan fisik dengan ciri-ciri yang berbeda dengan kami (warga papua). Orang papua seakan bertanya “dimana kedudukan dan realita kehidupan mereka dalam bingkai budaya nasional Indonesia ?” di tengah-tengah ketidakpuasan umum akan kemajuan pembangunan bangsa papua, maka penjajahan budaya dirasa melengkapi penjajahan bumi dan kekayaan yang di rasakan selama ini.
Lalu apa yang harus dilakukan ke depan ? apa yang menjadi tantangan dan kendala mahasiswa papua yang berada di Yogyakarta saat ini ? tentu banyak sisi dan lapis masalah yang perlu di singgung pertama perlu terus dibangunya proses politik yang mempunyai makna Integrasi dan penyelesaaian konflik. Untuk itu di perlukan kesepahaman dan kompromi untuk mengadakan pergeseran dari paradigma konfrontatif. Kedua adalah tantangan menjalankan pembangunan yang berkeadilan. Ketiga adalah penanganan masalah pelanggaran HAM. Hak asasi manusia memang mempunyai banyak dimensi namun yang menjadi sorotan adalah banyaknya korban-korban kekerasan ketika aparatur negara mengamankan Mahasiswa papua dalam segala hal dengan kekerasan. hal ini tentu berujung konflik karena mereka sebagai orang papua merasa di diskriminasi oleh aparatur negara dan tentu muncul sifat berontak dan konflik dalam diri mereka. Padahal mahasiswa papua belum tentu bersalah ketika di amankan oleh aparatur negara. Proses integrasi papua ke indonesia dinilai curang dan manipulatif oleh sebagian tokoh-tokoh Papua. Bukan itu saja menurut para tokoh papua, orang papua menghadapi berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi dalam seluruh proses integrasi, dan kenyataan setelah berintegrasi ke dalam Indonesia. Sampai akhirnya orang papua mendapatkan UU Otsus 2001.[8] Dalam praktiknya proses implementasi Otonomi khusus papua terjadi inkonsistensi dan pengabaian terhadap seluruh permasalahan yang di hadapi oleh orang asli papua. Kondisi ini tentu dapat mengakibatkan ketimpangan sosial antara warga papua dengan warga lainya.
Indonesia tidak memerlukan harapan yang radikal dan sederhana untuk mengakhiri konflik. Apa yang di perlukan masyarakat sekarang adalah manajemen konflik, dengan cara tersebut dapat mengubah kehidupan umat manusia. Konflik antar perorangan dan konflik antar kelompok masyarakat perlu di olah dan di ubah menjadi kekuatan seseorang dan masyarakat untuk menciptakan kehidupan baru di dunia ini dengan kata lain konflik bersifat konstruktif. Dalam hal ini menjadi sangat penting bagi umat manusia untuk membuat jarak diri mereka dari konflik individu dan konflik sosial yang berlebihan. Sebelum konflik sosial pecah adalah sangat penting bahwa konflik antar individu diatasi secepat,seadil,sebijak mungkin sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu (diskriminasi). Selama ini penyelesaian konflik individu dalam banyak kasus dilakukan dengan lamban dan tidak adil. Yang telah menyebabkan reaksi sosial yang tidak dapat di prediksi oleh aparat keamanan.[9] Contoh konkrit dari masalah ini yaitu konflik mahasiswa papua yang ada di Yogyakarta aparatur negara seakan memandang mahasiswa papua dengan perasaan gundah, alhasil timbul diskriminasi ketika warga papua di Yogyakarta mengalami konflik. Padahal papua merupakan bagian terpenting dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Semboyan Bhinneka Tunggal Ika” mencerminkan realitas aktual bangsa Indonesia yang di kenal sebagai masyarakat majemuk. Terdiri dari 500 kelompok etnis dimana setiap kelompok etnis tetap mempertahankan identitas etnis dan kulturnya. Problem yang dihadapi Indonesia sebagai sebuah masyarakat majemuk terpusat pada hubungan antara pemerintah atau sistem nasional dan kelompok etnis tersebut.
Tidak ada alasan untuk berputus asa terhadap masa depan kota Yogyakarta yang positif, toleran, dan damai. Jika kita semuanya siap menerima bahwa Yogyakarta merupakan masyarakat plural secara esensial bahwa masyarakat seperti itu dapat hidup secara damai bersama bersama hanya apabila semuanya dapat merasakan tinggal di rumah sendiri di dalamnya. Itulah kerangka konstitusional dan legal dan cara hidup umum dimana tidak ada seorangpun yang merasa diasingkan. Termasuk mahasiswa papua yang ada di Yogyakarta mereka dengan tenang menuntut ilmu di kota Yogyakarta tanpa merasa diasingkan dan di diskriminasi serta ketika peraturan yang dibuat oleh masyarakat setempat di taati dan di jalankan dengan baik maka konflik yang bersifat desktruktif bisa berubah menjadi konflik yang bersifat konstruktif serta dapat mewujudkan Indonesia yang berintegrasi, tidak ada konflik yang memecah belah sehingga Persatuan Indonesia dapat terwujudkan dengan baik.  










BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
                 Konflik mahasiswa papua yang berada di Yogyakarta disebabkan karena mereka merasa di diskriminasi di dalam negerinya sendiri yaitu Indonesia, padahal papua merupakan bagian terpenting dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Alhasil peraturan yang ada di Yogyakarta mereka samakan dengan Papua dan timbulah konflik yang bersifat destruktif. Namun konflik yang terjadi pada mahasiswa Papua yang ada di Yogyakarta dapat diatasi melalui : pertama perlu terus dibangunya proses politik yang mempunyai makna Integrasi dan penyelesaaian konflik. Untuk itu di perlukan kesepahaman dan kompromi untuk mengadakan pergeseran dari paradigma konfrontatif. Kedua adalah tantangan menjalankan pembangunan yang berkeadilan. Ketiga adalah penanganan masalah pelanggaran HAM. ketika semua konflik terselesaikan dengan baik maka Integrasi Bangsa Indonesia dapat di wujudkan dengan mudah serta Persatuan Indonesia dapat di tegakkan dengan baik

3.2. SARAN
                 Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna kiranya terdapat kata yang kurang berkenan atau sumber yang kurang jelas dalam makalah ini. Kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan penulis demi kebaikan makalah ini kedepanya.





























DAFTAR PUSTAKA

Alrahab, Amiruddin. 2010. Heboh Papua. Jakarta : Komunitas Bambu

Asy’ari, Suadi. 2003. Konflik komunal di Indonesia saat ini. Jakarta : INIS

Coleman, James. 2011. Dasar-dasar Teori sosial. Bandung : Nusa media
Gudang Ilmu. 2015. Pengertian Integrasi, macam-macam serta faktor Integrasi. Dalam http://www.ilmusaudara.com/2015/10/pengertian-integrasi-macam-macam-serta.html. ( di akses tanggal 4 November 2016.)

Kum, Krinus. 2013. Konflik pemekaran wilayah di tanah papua. Yogyakarta : Buku Litera

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prestasi pustaka

Sabban, Nabila. 2015. Kajian konflik dan perdamaian. Yogyakarta : Graha Ilmu







[1] Nabila Sabban “Kajian konflik dan perdamaian.” Yogyakarta : Graha ilmu. 2015.  hlm 6.
[2] Krinus Kum “konflik pemekaran wilayah di tanah papua.” Yogyakarta : Buku litera. 2013. hlm 15.
[3] Nabila Sabban “Kajian konflik dan perdamaian.”  Yogyakarta : Graha ilmu. 2015. hlm 24.
[4] Gudang ilmu “Pengertian Integrasi, Macam-Macam serta faktor-faktor Integrasi.” Dalam http://www.ilmusaudara.com. di akses tanggal 4 November 2016. 2014
[5]Amiruddin Alrahab. “Heboh Papua”. Jakarta : Komunitas Bambu. 2010. hlm 17
[6] James Coleman. “Dasar dasar teori sosial”. Bandung : Nusa media. 2011. hlm 526
[7] Bernard Raho. “ Teori sosiologi modern”. Jakarta : Prestasi pustaka. 2007. hlm 54
[8] Amiruddin Alrahab. “Heboh Papua”. Jakarta : Komunitas Bambu. 2010. hlm 23
[9] Suadi Asy’ ari. “Konflik komunal di Indonesia saat ini”. Jakarta : INIS. 2003. hlm 28

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tujuan dan kegunaan studi agama agama

Egalitarianisme