Mini Riset
LAPORAN PENELITIAN
MOTIF SOSIAL
KOMUNITAS ANGKLUNG DI LAMPU MERAH JALAN SULTAN AGUNG YOGYAKARTA
Dosen Pengampu :
Rr. Siti Kurnia Widiastuti, S.Ag., M.Pd. M.A
Disusun oleh:
Diki Noras
Habibi (16540010)
Laily Dwi
Nur S (16540016)
Silvia
Azhari Panjaitan (16540009)
Yulistia Utami (16540026)
Yulistia Utami (16540026)
.
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Yogyakarta adalah salah satu kota yang terkenal keistimewaanya di Indonesia bahkan di Dunia. Kota
pelajar dan Seniman adalah julukan yang tepat buat Yogyakarta.
tidak heran banyak lahir
para cendekiawan dari kota ini
di antaranya Joko Widodo,Anis Baswedan,
dan Ganjar Pranowo. Tidak heran pula lahir para seniman hebat seperti
Gus Mus, Cak Nun dan Komunitas Seni lainya.
Komunitas seni
di Yogyakarta sendiri banyak sekali seperti Komunitas Sanggar Seni Teater
yang fokusnya adalah
di bidangTeater, terdapat pula Komunitas Seni Lukis dimana fokus bidangnya pada Lukisan.
Namun samping banyaknya komunitas seni terdapat
Salah satu Komunitas
yang peneliti temui dan mungkin tidak ada di kota lain,
Komunitas Itu adalah Komunitas Musik Angklung
di berbagai titik lampu merah
di Yogyakarta.
Komunitas angklung mencoba menghibur para pengendara yang jenuh menunggu lampumerah
yang tak kunjung hijau. Ide ini terbilang kreatif Karena pada umumnya di titik lampu merah hanya terdapat pengamen – pengamen biasa atau
para gelandangan namun mereka hadir mencari uang
di titik lampu merah di Yogyakarta menggunakan suatu alat musik yang tidak asing di telinga Bangsa Indonesia dan sudah menjadi
warisan dunia yaitu Angklung.
Pada penelitian
kali ini Peneliti akan meneliti salah satu dari sekian banyak Komunitas Musik Angklung
di Yogyakarta mereka member nama untuk Komunitasnya Ariska sebuah nama yang di ambil dari Ketua atau pendiri
di Komunitas ini,
Komunitas Angklung Ariska beranggotakan
7 orang di mana 5 pemegang alat music dan 2
lainya yang menarik uang kepada para pengendara Motor di lampu merah. Komunitas Angklung Ariska mulai bekerja pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul
17.00 WIB.
Dari problematika di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “Motif
Sosial pada Komunitas Angklung
di Jalan Sultan Agung Yogyakarta” .Penelitian ini diharapkan dapat menjawab seluruh persoalan
yang ada pada komunitas Angklung
di Lampu Merah Jalan Sultan Agung Yogyakarta dan member manfaat lebih terhadap seluruh Komunitas Angklung di Yogyakarta pada khususnya dan seluruh masyarakat luas pada umumnya mengenai Motif Sosial di antara Anggota komunitas Angklung.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Motif Sosial komunitas angklung di lampu
merah Jalan Sultan Agung yogyakarta?
1.3. BATASAN MASALAH
Pada penelitian kali ini
peneliti hanya akan meneliti tentang Motif sosial yang terdapat pada Komunitas
musik Angklung. Peneliti tidak melakukan penelitian terhadap segala kegiatan
yang ada pada komunitas angklung di Jalan Sultan Agung Yogyakarta. Hal itu
dilakukan untuk mempermudah jalannya penelitian serta
dapat menghasilkan kesimpulan yang akurat.
1.4. TUJUAN PENELITAN
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memberikan sumbangan kajian tentang Berbagai Motif Sosial yang
terdapat pada Komunitas Angklung di Jalan Sultan Agung Yogyakarta serta bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar Motif Sosial yang dimiliki anggota Komunitas
Musik Angklung.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian yang
dilakukan,diharapkan peneliti dapat mengetahui dan memahami Seperti apakah
motif sosial yang di miliki anggota Komunitas Musik Angklung tersebut. Dan
bermanfaat memberikan referensi terhadap para peneliti ketika akan meneliti
mengenai motif sosial yang ada Komunitas
Angklung.
1.6. TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menunjang
penelitian yang dilakukan peneliti mengetengahkan beberapa literatur yang
memiliki keterkaitan secara langsung maupun tidak langsung yang telah ada
sebagai perbandingan dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan
pertama oleh Rakhman Habibi yang
berjudul Motif Sosial di dalam
makalah ini di jelaskan Motif
merupakan suatu pengertian
yang mencukupi semua
penggerak, alasan, atau dorongan
dalam diri manusia
yang menyebabkan ia
berbuat sesuatu. Sedangkan
motif sosial adalah motif
yang timbul untuk
memenuhi kebutuhan individu
dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
Motif sosial terdiri
dari motif tunggal/motif
bergabung, motif biogenetis, motif sosiogenetis,
motif teogenetis. Faktor-faktor yang mempengaruhi
motif sosial meliputi cara-cara mengasuh anak (yang
meliputi interaksi antara ibu dengan anak, anak dengan keluarga, anak dengan
masyarakat luas, dan pendidikan formal)dan lingkungan kebudayaan. Motif sosial
berperan penting dalam
pembentukan sosial. Motif
yang sama antara
anggota kelompok merupakan ciri
utama yang membedakan
interaksi sosial satu
dengan interaksi sosial
yang lainnya.[1]
Kedua Skripsi yang
di tulis oleh Iis Nur Amaliah dengan Judul Motif
Sosial Masyarakat Desa Baros Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes Dalam
Merespon Pengajian Akbar , Jurusan Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam. Dalam penelitian ini Iis lebih menekankan Motif sosial yang
ada pada Masyarat Desa Baros dalam Merespon Pengajian Akbar seperti apa.
Namun Penelitian
yang berjudul “MOTIF SOSIAL KOMUNITAS
ANGKLUNG DI LAMPU MERAH JALAN SULTAN AGUNG YOGYAKARTA” berbeda dengan penelitian yang ada di atas tersebut. Penelitian ini menjelaskan bagaimana latar belakang dari pemain angklung,motif
sosial apa saja yang terdapat pada komunitas angklung. serta menekankan Achievement Motive (motif
berprestasi) khususnya yang ada dikota Yogyakarta. Dalam penelitian ini kami ingin mengetahui sejauh mana keluh kesah alur
cerita selama komunitas angklung berada di kota Yogyakarta sampai saat ini sudah diakui oleh satpol
pp dan diperbolehkan mencari uang disetiap lampu merah di kota
Yogyakarta.
1.7. KERANGKA TEORITIK
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan, motif ini
menunjukkan hubungan sistematik antara suatu respon dengan keadaan dorongan
tertentu apabila dorongan dasar itu bersifat bawaan, maka motif itu hasil
proses belajar. Motif merupakan suatu pengertian yang mencukupi semua
penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan individu
tersebut berbuat sesuatu. Jadi, motif sosial adalah motif yang ditimbulkan
untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial
yang dipelajari melalui kontak orang lain bahwa lingkungan individu memang
memegang peranan yang penting.
Motif dibagi menjadi 3 macam pertama Motif Biogenetis yaitu Motif yang
berkembang dalam diri seseorang dan berasal dari organismenya sebagai makhluk
biologis, kedua Motif Sosiogenetis yaitu Motif yang dipelajari seseorang dan
berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang, dan
yang terkahir yaitu Motif Teogenetis yaitu motif yang berhubungan dengan
makhluk manusia sebagai makhluk yang berketuhanan.[2]
Teori Motif Sosial di
pelopori oleh David McClelland. David menjelaskan Teori Motif Sosial dibagi
menjadi 3 :
1.
Achievement Motive ( Motif
untuk berprestasi )
Orang dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi berusaha untuk unggul dan
dengan demikian cenderung menghindari situasi baik yang berisiko rendah maupun
tinggi. Individu berprestasi menghindari situasi berisiko rendah karena
keberhasilan mudah dicapai bukanlah pencapaian yang real. Dalam proyek berisiko
tinggi, prestasi di pandang sebagai salah satu kebetulan dari pada upaya
sendiri. Individu tinggi lebih memilih
pekerjaan yang memiliki probabilitas keberhasilan sedang, idealnya peluang 50
%. Berprestasi membutuhkan umpan balik secara teratur untuk memantau kemajuan
Achievements mereka. Mereka cenderung memilih untuk bekerja sendiri atau dengan
rekan berprestasi lainya.
2.
Affiliation Motive ( Motif
untuk bersahabat )
Mereka dengan kebutuhan tinggi untuk bersahabat membutuhkan hubungan yang
harmonis dengan orang lain dan perlu untuk merasa di terima oleh orang lain.
Mereka cenderung untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok kerja
mereka. Mereka lebih memilih pekerjaan yang memberikan interaksi pribadi yang
signifikan dan berusaha tampil baik dalam layanan pelanggan dan situasi
interaksi klien.
3.
Power Motive ( Motif untuk
berkuasa )
Kebutuhan seseorang untuk berkuasa dapat terjadi pada salah satu dari dua
jenis tipe pribadi dan kelembagaan. Mereka yang membutuhkan kekuatan pribadi
ingin mengarahkan orang lain, dan kebutuhan ini sering dianggap sebagai
kebutuhan yang tidak diinginkan. Orang yang membutuhkan daya institusional juga dikenal sebagai kekuatan sosial ingin mengatur usaha orang lain untuk
memajukan tujuan organisasi. Manajer dengan kebutuhan tinggi untuk daya
kelembagaan cenderung lebih efektif dibandingkan dengan kebutuhan tinggi untuk
kekuasaan pribadi.[3]
1.8. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian berdasarkan lapangan.
Data-data lapangan yang berhasil dihimpun kemudian di analisis sesuai dengan orientasi teoritis. Penelitian ini lebih memfokuskan untuk menganalisa data yang di peroleh dari lapangan dan menerangkan serta menguraikan ke dalam bentuk laporan tertulis.
1.9. METODE PENGUMPULAN DATA
A. Data primer
Yaitu data yang
di peroleh peneliti secara langsung dari pertama meneliti di lapangan.
Sumber data ini bias responden atau subjek penelitian dari 1 ketua dari 1 komunitas
angklung dari hasil wawancara dan observasi.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan
data yang digunakan sebagai peneliti sebagai berikut
:
1.)
Wawancara
Dengan melibatkan 1
ketua dari anggota komunitas angklung ariska sebagai subjek penelitian. Adapun pertanyaan
instrumen wawancara adalah sebagai berikut :
1.
Apa saja persyaratan atau ketentuan yang
diberikan Satpol PP Yogyakarta kepada Komunitas Angklung ?
2.
Kapan terakhir personil Komunitas
Angklung Mengenyam Bangku Pendidikan ?
3.
Bagaimana Alur cerita kehidupan para
Komunitas Angklung sehingga dapat bertahan hingga saat ini ?
4.
Berapa pendapatan Komunitas Angkulng
dalam satu hari ?
5.
Berapakan jumlah komunitas angklung di
seluruh Yogyakarta yang ada di Lampu merah Yogyakarta dan sudah terdaftar resmi
di pemerintahan ?
6.
Bagaimanakah keluh kesah yang dirasakan
Komunitas Angklung dalam melakukan pekerjaan ini ?
7.
Apakah pernah Komunitas Angklung di
undang dalam sebuah Event besar ?
8.
Berasal dari manakah mayoritas para
personil Komunitas Angklung dan dimana menetapnya ketika di Yogyakarta?
9.
Sejak kapan Komunitas Angklung berdiri ?
10.
Mengapa memilih bekerja sebagai
Komunitas Angklung dibanding dengan pekerjaan yang lain ?
2.)
Observasi
Yaitu mengamati secara langsung suatu objek untuk melihat secara jelas apa
yang dilakukan objek tersebut.
Dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang latar belakang komunitas angklung di lampu merah jalan
sultan agung yogyakarta.
B. Data sekunder
Yaitu data yang
terdiri dari beberapa
referensi pendukung mengenai penelitian lainnya
yang berkaitan dengan persoalan penelitian yang
diteliti. Seperti data tambahan dari buku,
jurnal, situs, berita, koran, dan majalah.
Serta dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan informasi untuk mendukung analisis dan interpretasi
data yang dapat dilakukan dengan pengumpulan
data secara pribadi dan dokumen resmi.
1.10. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk memudahkan dalam mengarahkan penelitian ini penyusun membuat sistematika pembahasan
yang terbagi ke dalam beberapa bab sebagai berikut:
BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan,
yang dijadikan sebagai acuan langkah dalam penulisan
proposal ini. Bab ini berisi tentang Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian,
Tinjauan Pustaka,
Kerangka Teoritik,
Metode Penelititan,
Sistematika Pembahasan.
BAB II : Bab
ini merupakan gambaran umum motif social komunitas angklung di lampu merah jalan
sultan agung yogyakarta.
BAB III : Bab ini merupakan pembahasan (analisis teori dari data)
BAB IV : Penutup
BAB II
GAMBARAN UMUM KOMUNITAS
ANGKLUNG
2.1.
PENGERTIAN ANGKLUNG
Angklung adalah
alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat, terbuat dari bambu, yang
dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa
bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3,
sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat
musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan
pelog.
2.2.
SEJARAH ANGKLUNG
Dalam rumpun
kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang
disebut angklung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik
tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna
putih). Purwa rupa alat musik angklung; tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi
tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu dari ukuran
kecil hingga besar. Angklung merupakan alat musik yang berasal dari Jawa Barat.
Angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak
lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung
diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke Bumi agar tanaman padi
rakyat tumbuh subur.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya
sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa
semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya
pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung,
pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan
oleh anak- anak pada waktu itu. Asal usul terciptanya musik bambu, seperti
angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan
sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos
kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi
Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).
Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen)
terutama di sawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai
penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar
(tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguan
hama maupun bencana alam lainnya. Syair lagu buhun untuk menghormati Nyi Sri
Pohaci tersebut misalnya. Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri
tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang
bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu
yang kita kenal sekarang bernama angklung. Perkembangan selanjutnya dalam
permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari)
yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan=aturan tertentu sesuai dengan
kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih
pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan, mengawali menanam padi yang
di sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa,
lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari
Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan
musik bambu ini pun sempat menyebar di sana. Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena
seorang tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan
laras-laras pelog, salendro, dan madenda dan mulai mengajarkan bagaimana
bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.[4]
Di era modern ini sudah banyak komunitas angklung tersebar luas di seluruh
Indonesia mereka berusaha melestarikan budaya Indonesia supaya tidak punah
karena pergesaran zaman modern, karena musik Angklung sendiri menurut UNESCO
merupakan salah satu warisan Budaya yang tak benda yang berasal dari Indonesia dan perlu untuk
dilestarikan. Supaya tidak punah dan tidak di klaim oleh negara lain.
Komunitas angklung yang peneliti lakukan mayoritas bukan penduduk asli
Yogyakarta namun para personel komunitas angklung adalah masyarakat perantauan
yang mayoritas berasal dari purbalingga mereka tinggal bersama di jalan selokan
matam, Yogyakarta. mereka memberi nama komunitas angklung tersebut Ariska
sebuah nama yang di ambil dari ketua komunitas angklung. Anggotanya berjumlah 7
orang dimana 5 orang pemain alat musik dan 2 lainya bagian menarik uang kepada
para pengguna jalan. Personil komunitas angklung mayoritas sudah di atas 17
tahun semua dan mengenyam pendidikan rata-rata di bangku SMA. Mulai bekerja
pada pukul 09.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB istirahat ketika dhuhur telah tiba
sampai pukul 13.00 dan biasanya libur pada hari senin,memiliki agenda rutin
menyisihkan sebagian rezeki yang mereka peroleh untuk di kasihkan kepada orang
yang tidak mampu dan dilaksanakan pada hari jumat. Hal yang paling di senangi
ketika mendapat uang banyak bahkan terkadang ada orang yang mengasih uang
sampai 100 ribu, hal yang paling tidak di sukai ketika hujan karena menghambat
penghasilan. terkadang sehari bisa mendapatkan penghasilan 80-100 ribu per
orang jika tidak hujan namun ketika hujan mencapai 50- 60 ribu. Sistem
perekutan personel komunitas angklung mereka sudah bisa memainkan alat musik
jadi tidak perlu belajar lagi memainkan alat musik ketika mencari uang di lampu
merah namun ketika ada orang yang ingin mempelajari musik angklung secara
mendalam mereka siap membantu para pemula yang ingin belajar musik angklung.
Alasan memilih memainkan musik angklung di lampu merah karena di zaman sekarang
ini mencari pekerjaan sulit jadi mereka berfikiran menjual seni. 14 komunitas angklung yang terdapat di
yogyakarta sudah terdaftar dengan jelas di kantor satpol pp dan memiliki izin
untuk bekerja mencari uang di lampu merah Yogyakarta. Peraturan yang diberikan
sarpol pp kepada mereka yaitu ketika lampu merah kurang 10 detik penarik uang
dalam komunitas tersebuat harus sudah menepi supaya tidak mengganggu pengguna
jalan. Untuk kartu anggota masih di rencanakan kedepanya. Komunitas angklung ariska terkadang memiliki job
tambahan selain mencari uang di lampu merah yaitu pernah di undang di hotel
berbintang di Yogyakarta untuk tampil bersama artis papan atas ibu kota. Setiap
satu tahun sekali 14 komunitas angklung di Yogyakarta berkumpul mengadakan
pertemuan besar guna membahas perkembangan kemajuan komunitas angklung
kedepanya .
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Motif Sosial Komunitas Angklung di lampu merah Jalan
Sultan Agung yogyakarta
Motif sosial merupakan dorongan yang sudah terikat
pada suatu tujuan, motif ini menunjukkan hubungan sistematik antara suatu
respon dengan keadaan dorongan tertentu apabila dorongan dasar itu bersifat
bawaan, maka motif itu hasil proses belajar. Motif adalah suatu pengertian yang
mencukupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan individu tersebut berbuat sesuatu. Jadi, motif sosial adalah motif
yang ditimbulkan untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial yang dipelajari melalui kontak orang lain bahwa lingkungan
individu memang memegang peranan yang penting. Komunitas angklung ariska masuk
kedalam motif sosial karena menunjukkan antara suatu respon dengan keadaan
dorongan tertentu, apabila dorongan dasar itu bersifat bawaan maka motif itu
hasil proses belajar. Komunitas Angklung memiliki motif sosial untuk merespon
keputusan satpol pp di yogyakarta yang tidak memperbolehkan mereka bekerja di
lampu merah Jalan Sultan Agung, padahal ide komunitas angklung terbilang
kreatif dan menghibur karena fenomena seperti jarang di jumpai di kota lain.
Akan tetapi Satpol pp Yogyakarta menganggap Komunitas Angklung sebagai
Gelandangan padahal mereka menyebut dirinya sebagai seniman tentu terjadi
ketidaksinkronan antara kedua elemen ini. Akhirnya melalui dorongan yang kuat
14 dari 21 komunitas angklung sepakat untuk melakukan demo, demi keberedaanya
mendapat izin resmi dari pemerintah Yogyakarta. Setelah perjuangan yang berliku
akhirnya komunitas angklung di perbolehkan oleh satpol pp untuk mencari uang di
lampu merah yogyakarta, komunitas angklung di beri tempat tersendiri supaya
antara 1 komunitas dengan lainya tidak berbenturan. Dan perlu di garis bawahi
solidaritas yang terjalin antara 1 komunitas dengan lainya sangat kuat. Ketika
ada 1 komunitas kekurangan personil maka komunitas lainya melengkapi,
solidaritas seperti ini sering di sebut solidaritas mekanis.
3.2. Achievement Motive (Motif Sosial Berprestasi).
Komunitas angklung Ariska merupakan bagian dari
motif sosial berprestasi. Karena Orang dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi berusaha untuk
unggul dalam menyajikan suguhan musik di bandingkan dengan pengamen jalanan di
lampu merah, dan dengan demikian cenderung menghindari situasi baik yang
berisiko rendah maupun tinggi. Individu berprestasi menghindari situasi
berisiko rendah karena keberhasilan mudah dicapai bukanlah pencapaian yang
real. Dalam proyek berisiko tinggi, prestasi di pandang sebagai salah satu kebetulan
dari pada upaya sendiri. Individu tinggi lebih memilih pekerjaan yang memiliki
probabilitas keberhasilan sedang, idealnya peluang 50 %. Berprestasi
membutuhkan umpan balik secara teratur untuk memantau kemajuan Achievements
mereka. Mereka cenderung memilih untuk bekerja sendiri atau dengan rekan berprestasi
lainya.Pada komunitas angklung mempunyai peluang besar
di musim kemarau disbanding pada musim hujan,mereka cenderung memilih bekerja bersama-sama atau mereka dapat bekerja sendir idengan kemampuan yang mereka miliki dibidang musik.
Dari hasil observasi penelitian kami ada 2 hal yang terjadi bagi komunitas angklung yaitu:
a.
Ikut serta dalam aksi mempertahankan komunitas angklung
Awalnya anggota di dalam komunitas angkung pada saat pertama berada di Yogyakarta pada saat itu mereka tidak boleh mencari uang disetiap lampu merah di yogyakarta
karena di anggap gelandangan, lalu dengan keberanian komunitas angklung satu dengan
yang lain mereka berniatan untuk demo bersama-sama kepada satpol
pp dengan tujuan
agar mereka dapat mencari uang dan menghibur para pengguna jalan di setiap lampu merah kota Yogyakarta dengan memainkan alat musik angklung tersebut, karena komunitas
angklung notabenya mereka bukanlah seorang gelandangan melainkan seorang
seniman dan fenomena angklung di lampu merah hanya terdapat di kota yogyakarta. Jadi tidak wajar apabila tidak di perbolehkan mencari uang di lampu merah
Yogyakarta.
b.
Tidak ikut serta dalam mempertahankan komunitas angklung
Berawal dengan 21 komunitas angklung di kota Yogyakarta tetapi hanya 14 komunitas yang berjuang demi hak mempertahankan komunitas angklung untuk tetap eksis di lampu merah Yogyakarta, dan pada akhirnya sampai sekarang 14 komunitas
tersebut masih bertahan
di sebagian lampu merah di Yogyakarta dan
mereka sudah terdaftar resmi di satpol pp anggotanya pun tidak boleh di tambah
namun kalau di kurangi boleh.
3.3.
Affiliation Motive ( Motif untuk bersahabat )
Mereka dengan
kebutuhan tinggi untuk bersahabat membutuhkan hubungan yang harmonis dengan
orang lain dan perlu untuk merasa di terima oleh orang lain. Mereka cenderung
untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok kerja mereka. Mereka lebih
memilih pekerjaan yang memberikan interaksi pribadi yang signifikan dan
berusaha tampil baik dalam layanan pelanggan dan situasi interaksi klien. Komunitas angklung ariska termasuk juga dalam affiliation motive ( motif
untuk bersahabat ) karena mereka mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk mencari
uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya disamping keberadaan komunitas angklung
di Yogyakarta membuat pengendara jalan merasa terhibur karena sembari menunngu
lampu merah yang tak kunjung hijau pengguna jalan di suguhkan alunan musik
angklung yang indah. Alhasil Interaksi Komunitas angklung dengan masyarakat
cukup baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
KESIMPULAN
Komunitas Angklung
Ariska merupakan 1 dari sekian banyak Komunitas angklung Yang ada di Yogyakarta
yang mempunyai tempat bekerja di Jalan Sultan Agung Yogyakarta Komunitas Musik
Angklung Ariska masuk kedalam motif sosial lebih tepatnya motif sosial
berprestasi dan motif sosial bersahabat karena mereka berusaha unggul dalam
menyajikan suguhan musik yang berbeda dengan pengamen yang biasanya di lampu
merah. Keberadaan komunitas angklung
ariska disambut baik oleh warga sekitar alhasil timbulah interaksi yang baik
pula antara personil komunitas angklung dengan masyarakat sekitar
4.2.
SARAN
Peneliti menyadari bahwa laporan yang peneliti
tulis sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak lagi yang perlu diperbaiki. Untuk itu peneliti mengharapkan adanya kritik dan masukan agar dapat membagun penelitian
kedepanya agar lebih sempurna dan mempunyai manfaat yang lebih banyak terhadap semua
orang.
DAFTAR PUSTAKA
Habibi, Rakhman. 2015. “Motif Sosial”. Dalam Http ://www.
rakhmanhabibi.blogspot.co.id.
Diakses tanggal 28 November 2016.
Hamdani, Irfan. 2012. “Alat Musik Tradisional Angklung”. Dalam Http ://
www.indonesiaindonesia.com.
Diakses tanggal 28 November 2016.
Komaruddin. 2013. “Teori Tiga Motif Sosial”. Dalam Http :// www.
perilakuorganisasi.com. Diakses tanggal 28
November 2016.
Shafrawy, Mohammad. 2014. “Motif Sosial”. Dalam https ://
www.academia.edu. Diakses tanggal 28 November 2016.
[1]
Rakhman Habibi. “Motif Sosial”. Dalam
http://rakhmanhabibi.blogspot.co.id. Di akses tanggal 28 November 2016. 2015.
[2]
Mohammad Shafrawy. Motif Sosial. Dalam
https://www.academia.edu. Di akses tanggal 28 November 2016 . 2014.
[3]
Komaruddin. “Teori Tiga Motif Sosial”. Dalam
https :// www.http://perilakuorganisasi.com. Di akses tanggal 28 November 2016.
2013.
[4]
Irfan Hamdani. “Alat Musik Tradisional
Angklung”. Dalam http://www.indonesia.com. Di akses tanggal 28 November
2016. 2012
The Poker Room at Ocean Casino - PlayO'Clock Casino
BalasHapusLocated 화성 출장샵 in the Atlantic City's Boardwalk, Ocean Casino is open year round, with nearly 5,000 square feet 통영 출장마사지 of gaming action 아산 출장안마 that you can 오래된 토토 사이트 play 사천 출장안마 at